Sebuah Kebermaknaan

Rabu, 27 Agustus 2014

GLADAK PERAK

Gladak Perak adalah sebutan yang disematkan pada jembatan yang melintas di atas sungai Besuk Sat yang mengalirkan muntahan material gunung Semeru. Di jalur Malang – Lumajang, lokasi jembatan ini berada pada km 88 dari arah kota Malang. Letak Gladak perak ini berada pada rangkaian jalur berliku kawasan piket nol. Ada dua jembatan yang membentang, yang pertama yakni Gladak Perak lama yang dibangun pada jaman penjajahan Belanda dan sekarang sudah tidak digunakan lagi karena kondisinya yang kurang memadai untuk arus lalu lintas. Yang kedua yakni jembatan yang dibangun tahun 1998 – 2001. Gladak Perak yang di bangun. Pada waktu jaman Belanda ini, menguras banyak biaya, pemikiran, dan nyawa. Dengan segala keterbatasan sarana, makanan dan obat-obatan, pekerja-pekerja pribumi dipaksa menyelesaikan pembangunan jembatan pada lokasi yang sangat curam. Bahkan untuk membuat celah untuk meletakkan ujung jembatan, harus dilakukan dengan mendinamit.  Bahkan sekitar awal tahun 80-an tempat ini dikenal sebagai lokasi pembuangan mayat korban Petrus (pembunuhan misterius).
Gambar 1.1 Jembatan Gladak Perak
Terdapat beberapa versi dalam mengartikan sejarah penamaan Gladak Perak. Ada yang menyebutkan karena sejak pembangunan awal, seluruh besi konstruksi jembatan dicat dengan warna perak. Adapula sumber yang mengatakan, saat itu pekerja dibayar dengan menggunakan uang perak. Kini, Gladak Perak menjadi salah satu pemberhentian para pengguna jalan. Meski tidak begitu luas, tempat pakir kendaraan roda empat lebih leluasa. Di tempat ini juga terdapat beberapa lapak penjual makanan dan minuman, juga tersedia mushola.
Obyek Penelitian kami di gladak perak bukan jembatan gladak perak sendiri namun sungai yang terdapat di bawah gladak perak yaitu sungai tempuran. Sungai tempuran adalah sungai yang merupakan aliran lahar dari Gunung Semeru.
GPS (general position system) merupakan system  navigasi yang menggunakan satelit yang berfungsi mengetahui letak atau posisi suatu tempat saat kita berada, berdasarkan pengukuran GPS sungai tempuran di bawah gladak perak dimana kita berpijak pada saat itu berada pada posisi 49L, sedangkan sumbu X=722841, sumbu Y=9095067 serta berada pada ketinggian 531 mdpl.
Gambar 1.2 Posisi penelitian di sungai tempuran yang berada di bawah gladak perak
1.1 Geologi
Daerah Gladak Perak/piket nol merupakan daerah pertemuan antara intrusi magma dari dapur  magma dan lempeng selatan dengan daerah karst, hal ini dibuktikan dengan ditemukannya beberapa jenis batuan hasil kombinasi formasi vulkanik dengan kapur seperti, batu meril yang terbentuk karena pertemuan abu vulkanik dengan kapur yang terus mengalami proses geologi.
         Formasi kapur terbentuk karena wilayah selatan Jawa dulu pernah tenggelam kemudian terangkat sehingga terumbu karang yang mati menjadi batu kapur dan formasi vulkanisnya berasal dari kegiatan vulkan jalur pegunungan Bromo-Semeru mulai dari aliran lahar yang membawa material pasir,lapili dan bom.
Daerah ini selain dipengaruhi oleh hasil tumpukan material gunug api yang terangkut juga dipengaruhi oleh intrusi yang terlihat pada dinding tebing. Intrusi pasti dari bawah ke atas. Perlapisan bisa diamati bahwa penerobosannya miring, dan dari intrusi tersebut bisa diketahui bahwa batuan terlihat sudah tua karena batuan mengalami eksfoliasi (pengelupasan), adanya eksfoliasi adalah penciri bahwa batuan sudah tua. Jika sudah batuan mengelupas maka akan disintegrasi menjadi pasir, kemudian diskomposisi menjadi tanah.
Gambar 1.3 Hasil intrusi magma
Intrusi yang ada di sini bukan sill, tetapi dike karena ini membentuk suatu pegununga. Pada saat dia mengintrusi tidak bersama-sama tapi berurutan sehingga membentuk perlapisan dan prosesnya juga berbeda sehingga membentuk blok blok sendiri, celahnya itu untuk akuifer pegunungan sehingga saat hujan akan tersimpandi celah-celah itu. Pegunungan kemudian terpotong maka otomatis mata airnya lebih jernih, bisa dibandingkan air di celah tersebut dibandingkan air di sungai, pasti lebih jernih yang keluar melalui celah tersebut.
Gambar 1.4 Air yang mengalir di tengah sungai jauh dengan tebing yang terdapat hasil intrusi
Gambar 1.5 Air yang dekat dengan celah-celah pada tebing sebagai hasil intrusi
Pada daerah intrusi magma tersebut kami melakukan pengukuran terhadap dip dan strike. Cara mengukur struktur bidang dengan kompas geologi adalah sebagai berikut:
a.         Pengukuran jurus (strike)
Letakkan kompas dengan sisi E menempel pada batuan tegak lurus kemiringan. Levelkan kompas yang ditunjukkan oleh gelembung udara masuk ke dalam mata sapid an gelembung lainnya terletak di tengah garis. Angka yang ditunjukkan jarum penunjuk utara adalah harga jurus misalnya 2800. Beri tanda garis di sisi kompas yang menempel pada batuan.  Berdasarkan pengukuran strike didapatkan hasil 2450 dari 0 (nol) utara.
b.         Kemiringan (dip)
Letakkan kompas tegak lurus pada garis yang telah dibuat dengan sisi W menempal di batuan tegak lurus garis yang di batuan, atur klinometer sampai nivo, baca kemiringan lereng. Hasilnya 38050’
Jenis batuan induk di daerah piket nol cukup seragam sehingga mempengaruhi pola aliran sungai, untuk bagian hilir merupakan jenis batu gunung api miosen yang di dominasi pasir dan tufa termasuk di piket nol yang di dominasi pasir.
Jenis pasir yang kami temukan di sini merupakan pasir yang memiliki kandungan besi cukup baik, karena hasil aktivitas vulkanik gunung Semeru. Selain batu meril, kami juga menemukan batu yang berkarat dikarenakan batu ini mengalami reaksi dengan besi yang terkandung di pasir besi.
Gambar 1.6 Batu berkarat karena mengalami oksidasi
Batu di daerah tersebut beraneka ragam dikarenakan memang daerah itu adalah aliran magma dan  jika letusan eksplosif maka magma bagian atas dan bawah keluar kemudian terangkut.
Gambar 1.7 Batuan yang ditemukan di sungai tempuran gladak perak
Batuan bom sendiri kita bisa menemukan bolder-bolder atau batuan-batuan yang besar. Tapi bolder-bolder di situ sudah halus karena sudah mengalami gesekan, bila dibandingkn dengan di daerah insitu maka akan terlihat jelas perbedaannya, di daerah insitu batunya lebih kasar sedangkan di gladak perak batunya sudah halus dan membentuk sudut-sudut sebagai tanda bahwa telah terjadi gesekan.
Gambar 1.8 Bolder yang sudah mengalami gesekan sehingga terlihat bentukan menyudut.
Disini ada Pasir, gravel, bolder, hasil yang terangkut dr atas ke bawah kemudian terendapkan disini karena ini memang daerah sabuk. Lahar di dalam proses pengendapan, material besar selalu di bawah. Tapi di lapangan tampak suatu batuan ada lapisan pengendapan yang tidak wajar yaitu lapisan besar di bawah kemudian tertumpuk lapisan batu yang lebih kecil kemudian tertumpuk lagi batuan besar, dan seterusnya. Itu menunjukkan ada proses pengendapan lebih dari sekali.
Gambar 1.9 Batuan yang besar berada di atas batuan yang lebih kecil membuktikan adanya peristiwa pngendapan yang lebih dari sekali.
1.2 Geomorfologi
Di Sungai Tempuran Gladak Perak, pola aliran sungai dikategorikan coarse dendritic.  Alirannya point bar yang disebut proses degradasi. Dimana pola aliran Dendritik itu pola pengaliran berbentuk seperti pohon dan bercabang-cabang. Cabang-cabangnya yang berarah tidak beraturan. Pola ini berkembang pada batuan yang resistennya seragam, lapisan sedimen mendatar, batuan beku massif, daerah lipatan, dan daerah metamorf yang kompleks. Dilihat dari stadianya, sungai tempuran di bawah Gladak Perak ini termasuk stadia dewasa. karena sudah terlihat ada pelebaran dan karena ada erosi pada tebing tebing yang ada. Selain itu dicirikan sungai dewasa, alur sungainya adalah membelok belok.
Gambar 1.10 Sungai Tempuran di bawah Gladak Perak
Dan disamping jembatan Gladak Perak terdapat perbukitan dimana perbukitan tersebut diketahui vegetasi perintis, yang diciri-cirikan dengan adanya perdu secara alami dan memungkinkan hanya lumut yang tumbuh secara subur. Dan susunannya mulai dari rumput, semak, perdu kanopi pohon keras yang bisa disebut Hutan Hujan Tropis. 

1.3 Hidrologi
Daerah hulu piket nol merupakan pertemuan dari beberapa sungai sehingga mengahasilkan arus yang cukup deras. Arus yang deras membawa banyak material terutama dari aliran lava dingin yang membawa pasir, lapili dan bom. Ketika arus pelan maka akan terbentuk pola aliran-aliran sungai kecil di piket nol, ada yang seperti denditrik dan meander, hal ini terjadi karena arus tidak mampu menggerus endapan material, sehingga aliran sungai akan mencari daerah yang mudah tererosi.
Debit sungai tempuran di piket nol sangat tergantung dari curah hujan di hulu karena terdapat gunung semeru sebagai daerah tangkapan hujan. Pola aliran sungainya, merupakan pola dendritik, karena aliran sungai cenderung mencari aliran yang pendek, sebab daerah yang berpasir memiliki dara resap cukup besar.
Gambar 1.11 Keadaan fisik sungai di bawah Gladak Perak
1.4 Iklim Mikro
            Seharusnya dingin karena pada ketinggian 571, sama dengan malang. Tapi disini nyatanya panas karena batuannya mayoritas putih sehingga panas yang diterima dari matahari dipantulkan kembali ke atas sehingga panasnya diraskan oleh manusia yang ada di atasnya.

1.5 Penggunaan Lahan
Vegetasi perintis di samping jembatan Gladak Perak, yang diciri-cirikan dengan adanya perdu secara alami dan memungkinkan hanya lumut yang tumbuh secara subur. Dan susunannya mulai dari rumput, semak, perdu kanopi pohon keras yang bisa disebut Hutan Hujan Tropis. Dimana masa tumbuhnya panjang, sehingga tidak boleh ditebangi karena apabila pohonnya ditebang maka akan terjadi proses pelapukan yang akan mempercepat kerusakan dan selanjutnya akar-akarnya mengurup dan pecah. Daerah sekitar merupakan daerah dengan litologi yang cukup plastis, sehingga ketika terjadi intrusi magma,daerah tersebut mengalami perubahan bentuk permukaan dan akan membentuk pegunungan.
Penggunaan lahannya masih berupa hutan, tidak boleh jadi lahan pertanian. Tapi di atas sana ada pohon pisang, sangat tidak cocok karena sebaiknya penggunaan lahannya adalah untuk konservasi dan jenis tanahnya latosol sehingga jika ditanami tanaman yang tidak tepat maka mudah longsor. Sehingga kesimpulannya, masyarakat harus lebih arif dalam penggunaan lahan untuk memperkecil potensi bahaya.

1.6 Mata Pencaharian Penduduk Sekitar
Di daerah Gladak Perak, terdapat sungai besar yang bercabang menjadi 3 cabang. Dimana di daerah tersebut terdapat air terjun yang berhilir ke sungai besar tersebut. Di daerah tersebut banyak perbukitan dan berdekatan dengan gunung yang sudah lama meletus. Sehinggga banyak hasil letusan yang tererupsi ke sungai besar seperti pasir. Akibatnya di area bawah Gladak Perak banyaknya masyarakat sekitar dan luar, mencari dan menambang pasir yang melimpah di sepanjang sungai tersebut. Sungai tersebut terbentuk karena adanya aliran lahar yang mengalir dari gunung Semeru yang membawa banyak material pasir yang banyak ditambang oleh masyarakat sekitar maupun luar.
Gambar 1.12 Kegiatan mata pencaharian penambang pasir
Para warga baik lelaki maupun perempuan setiap harinya di upah senilai 25.000-40.000. Selain sebagai pekerja penambang pasir, warga sekitar bermata pencaharian sebagai pedagang kaki lima atau pedagang sejenisnya. Karena pada daerah tersebut atau yang dikenal sebagai Gladak Perak dijadikan pusat wisata. Karena di Gladak Perak terdapat fenomena-fenomena alam. Dan terdapat jembatan peningggalan Belanda yang sekarang putus, tidak berfungsi. Banyak wisatawan, pelajar maupun mahasiswa yang mengunjungi tempat tersebut sekedar untuk ingin tahu, berfoto ataupun penelitian. Sehingga para warga sekitar memanfaatkan moment tersebut untuk berjualan minuman atau makanan ringan.
 Gambar 1.13 Aktifitas Penduduk yang memanfaatkan piket nol
 1.7 Potensi Bencana
Pada daerah bukit yang mengapit gladak perak berpotensi untuk longsor karena area tersebut seharunya dipertahankan fungsinya sebagai area konservasi namun pada kenyataannya di area tersebut terutama pada lahan yang kemiringannya besar justru ditanami pisang. Ditambah lagi, jenis tanahnya adalah latosol sehingga sangat mudah terjadi longsor. Sehingga kesimpulannya, masyarakat harus lebih arif dalam penggunaan lahan untuk memperkecil potensi bahaya.
Pada bagian bawah (selatan) adalah daerah dam (pengendalian untuk lahar hujan) agar tidak meluber pada daerah sekitarnya. Tapi pada kenyataannya lahar tetap bisa meluber, hal itu sangat berbahaya bagi masyarakat sekitar jika terjadi letusan Gunung api Semeru.
Gambar 1.14 Bagian selatan terdapat dam yang merupakan pengendali lahar hujan agar tidak meluber


Selamat membaca, semoga bermanfaat.
Tiada gading yang tak retak,
saya sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun.
Semua isi (foto dan teks) di dalam postingan ini memiliki hak cipta.
Biasakan menghargai karya orang lain dengan cara mengutip dengan cara yang benar.
----SEKIAN TERIMAKASIH----
:)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar