Sebuah Kebermaknaan

Rabu, 24 Desember 2014

PELUANG PERTANIAN DALAM AEC 2015 BAGI INDONESIA

PELUANG PERTANIAN DALAM AEC 2015 BAGI INDONESIA
Oleh: Shofi Amaliyah Majid

Indonesia telah diberkahi segala sesuatu yang sangat kondusif untuk perkembangan pertanian. Dari jutaan meter di bawah kaki kita berpijak hingga jutaan meter di atas kepala manusia Indonesia terdapat cadangan air tanah, simpanan air permukaan dan hujan yang melimpah untuk  asupan air bagi tanaman, letak Indonesia yang berada di daerah pertemuan lempeng-lempeng membuat Indonesia memiliki banyak gunung api, kita tahu bahwa hasil letusan gunung api itu memberikan pasokan mineral bagi tanah pertanian Indonesia. Ditambah lagi Indonesia merupakan negara yang berada di daerah lintang rendah sehingga memiliki tingkat insolasi matahari yang baik sepanjang tahun, tingkat insolasi matahari ini berpengaruh terhadap suhu, kelembaban dan tekanan yang kondusif untuk menumbuh suburkan sektor pertanian. Semua anugerah Tuhan yang tersedia di alam telah Indonesia miliki untuk mewujudkan spesialisasi pertanian dalam rangka menghadapi AEC 2015. 
AEC (ASEAN Economic Community) 2015 yang sudah ditanda tangani sejak tahun 2007 antar negara-negara ASEAN seharusnya sudah mampu membuat Indonesia di tahun 2015 ini melesat lebih maju dalam berbagai hal terutama dalam sector unggulan Indonesia yaitu pertanian. Latar belakang dibentuknya AEC 2015 sebenarnya sangat baik yaitu membentuk ASEAN menjadi kawasan yang stabil, sejahtera, dan kompetitif dengan pembangunan ekonomi, mengurangi kemiskinan dan disparitas sosial ekonomi antar negara di ASEAN (Blueprint. Selain itu diharapkan kedepannya ASEAN dapat menjadi penyedia factor produksi bagi negara–negara di seluruh dunia. ASEAN tidak hanya sebagai pasar untuk produk–produk dari negara-negara Eropa, Amerika maupun Asia Timur. Dengan diberlakukannya AEC tiap–tiap negara akan terintegrasi dalam bidang produksi untuk meningkatkan efisiensi. Kerjasama pelaku produksi antar negara akan semakin berkembang untuk menciptakan efisiensi dengan nilai tinggi. Pelaku produksi tidak perlu untuk memproduksi semua jenis barang untuk kebutuhannya sendiri. Negara–negara yang tergabung dalam AEC memberlakukan system single market dalam artian terbuka untuk melakukan perdagangan barang, jasa, investasi, modal dan tenaga kerja.
Segala sesutau yang bertujuan baik tidak selalu berakhir baik jika tidak diiringi dengan usaha yang baik. Masyarakat Indonesia pastinya telah menilai bahwa sesungguhnya upaya pemerintah untuk mempersiapkan negaranya dalam AEC 2015 tidak begitu baik, terbukti dengan kurangnya sosialisasi, sebagian besar masyarakat mulai dari ibu rumah tangga, buruh, petani, pedagang, nelayan, pengusaha, bahkan guru yang tidak memahami adanya AEC 2105. Memang masih ada yang memahami bahwa akan ada perdagangan bebas, namun mereka hanya sebatas tahu tentang akan ada perdagangan bebas, mereka tidak mengetahui kapan ‘perdagangan bebas’ tersebut dilaksanakan. Masyarakat adalah subyek dan obyek pembangunan, sehingga peran mereka sangat menentukan apakah nantinya Indonesia akan berhasil dalam ASEAN Economic Community 2015, agar mereka dapat berperan tentunya mereka membutuhkan persiapan, pertanyaan yang mendasar adalah bagaimana bisa mereka bersiap-siap jika pelaksanaannya saja mereka tidak tahu.
Dalam hal pertanian jelas sekali bahwa pemerintah belum siap menghadapi AEC 2015, kurangnya perhatian pemerintah terhadap petani dan regulasi tentang harga hasil pertanian yang seringkali merugikan petani membuat para petani gulung tikar dan lebih memilih menjadi buruh. Bisa dibayangkan jika petani tetap dibiarkan tidak sejahtera, maka jangankan mengekspor beras, memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri pun Indonesia akan kesulitan.
Bagaimanapun Indonesia adalah negara agraris, secara substansial negara agraris bukan lah tolok ukur negara berkembang dan negara industry bukan lah tolok ukur negara maju, justru memaksakan tanah negara agraris menjadi negara industry adalah usaha memiskinkan negara sendiri. Memang sektor industry penting untuk setiap negara namun khusus pada negara agraris arah pembangunannya harus tetap pada sektor agraria, sedangkan sektor industry berjalan mengiringi sebagai salah satu sektor yang menunjang sektor agraris, salah satunya adalah untuk mengolah hasil-hasil pertanian agar nilai jualnya menjadi lebih tinggi.
Pada intinya, sangat penting melakukan sosialisasi tentang AEC 2015 kepada seluruh lapisan masyarakat dan peningkatan perhatian pada berbagai sektor terutama sektor pertanian yang merupakan sektor unggulan Indonesia. Masih ada beberapa bulan lagi untuk menghadapi AEC 2015 sehingga belum terlambat selama pemerintah bertekad kuat dan bergerak cepat. Pemerintah di bawah kepemimpinan Jokowi dan Jusuf Kalla pada kampanyenya telah menyuarakan tentang kerja cepat sehingga menurut saya ini adalah sebuah lampu hijau yang mengisyaratkan bahwa Indonesia masih memiliki kesempatan untuk berbenah hingga beberapa bulan ke depan.
Meski banyak pakar ekonomi beranggapan bahwa AEC 2015 akan membawa dampak buruk bagi perekonomian Indonesia namun walau bagaimanapun kesepakatan telah ditandatangani sehingga Indonesia mau tidak mau pasti akan menghadapi AEC 2015. Penulis beranggapan bahwa jika pemerintah merealisasikan kerja cepat dalam pembenahan berbagai sektor terutama sektor pertanian untuk menghadapi AEC beberapa bulan ke depan maka akan banyak peluang dalam hal pertanian bagi Indonesia, antara lain:
1.      Negara-negara di ASEAN adalah pasar yang sangat potensial karena semua penduduk negara ASEAN bisa menjadi sasaran pasar. Menurut Budiman (2008) Pada 2006, penduduk ASEAN mencapai sekitar 567,6 juta orang, dengan tingkat pertumbuhan yang terus meningkat, pertumbuhan ini mencapai 2,3 persen dari tahun lalu. Bagi sebagian besar negara-negara ASEAN makanan pokok adalah beras. Jika dikorelasikan dengan negara produsen beras di ASEAN maka Indonesia akan unggul karena pada tingkat ASEAN, menurut Sansan (2013) Indonesia adalah penghasil beras pada tingkat pertama dengan produksi mencapai 643.989 juta metric ton beras per tahun, disusul dengan Vietnam yang memproduksi 388.955 juta metric ton beras per tahun, kemudian Myanmar yang memproduksi 326.820 juta metric ton beras per tahun, dan Thailand yang memproduksi 314.629 juta metric ton per tahun. Pada peringkat dunia sebagai negara penghasil beras terbesar di dunia, Indonesia menempati urutan ke 3, Vietnam ke 5, Myanmar ke 6, dan Thailand ke 7.
2.      Indonesia memiliki jumlah tenaga kerja yang besar. Jumlah penduduk Indonesia adalah sebesar 39,1 % jika dibandingkan dengan total penduduk negara-negara ASEAN. Sebagian besar penduduk negara Indonesia adalah penduduk usia produktif (BPS, 2010), selain itu perbaikan pendidikan dan kemajuan tekhnologi telah merealisasikan peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia sehingga jumlah penduduk yang besar tersebut mampu bersaing dengan negara-negara lain di ASEAN. Banyak ilmuwan muda Indonesia yang telah melakukan rekayasa genetika sehingga mampu menghasilkan bibit unggul dan melakukan pengolahan tanah yang tepat untuk meminimalisasi laju erosi sehingga menjaga kualitas lahan pertanian.
3.      Seperti yang telah disinggung sebelumnya bahwa Indonesia adalah satu-satunya negara di ASEAN yang memiliki letak sangat strategis yaitu berada di jalur khatulistiwa sehingga memiliki iklim yang sangat kondusif untuk bertempat tinggal, beraktifitas, dan tentunya untuk perkembangan pertanian, Indonesia berdiri di atas pertemuan beberapa lempeng sehingga memiliki banyak gunung api yang menyumbang banyak mineral untuk kesuburan lahan pertanian, Indonesia juga merupakan negara maritime sehingga mendapat curah ikan yang melimpah dari laut dan kawasan laut tersebut menyumbang hasil evaporasi yang menyebabkan Indonesia kaya akan hujan yang kemudian hujan tersebut digunakan oleh para petani untuk mengairi sawah mereka. Sektor pertanian tumbuh dengan sangat baik dan bisa menjadi peluang bagi Indonesia jika pemerintah serius mendampingi para petani mulai dari pembenihan hingga pemasaran.
Peluang-peluang tersebut tentunya sangat menguntungkan bagi Indonesia namun untuk tercapainya keberhasilan Indonesia dalam AEC 2015 membutuhkan kesadaran masyarakat untuk selalu mengutamakan produk dalam negeri. Tidak cukup dengan slogan “cintailah produk Indonesia” yang sering disuarakan, namun harus direalisasikan dalam kehidupan nyata.


DAFTAR RUJUKAN

Badan Pusat Statistik. 2010. Dependency Ratio Menurut Provinsi 2010. (http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=1&tabel=1&daftar=1&id_subyek=12&notab=13). Diakses tanggal 24 Oktober 2014.

Budiman, Aida S. 2008. Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015: Memperkuat Sinergi ASEAN di Tengah Kompetisi Global, hal 286. Jakarta: Elex Media Komputindo.

Sansan. 2013. Top 10 Negara-Negara Penghasil Beras di Dunia. (Online), (http://sansanmania.blogspot.com/2013/08/top-10-negara-negara-penghasil-beras-di.html). Diakses tanggal 24 Oktober 2014.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar