PELUANG
PERTANIAN DALAM AEC 2015 BAGI INDONESIA
Oleh: Shofi Amaliyah Majid
Indonesia
telah diberkahi segala sesuatu yang sangat kondusif untuk perkembangan pertanian.
Dari jutaan meter di bawah kaki kita berpijak hingga jutaan meter di atas
kepala manusia Indonesia terdapat cadangan air tanah, simpanan air permukaan
dan hujan yang melimpah untuk asupan air
bagi tanaman, letak Indonesia yang berada di daerah pertemuan lempeng-lempeng
membuat Indonesia memiliki banyak gunung api, kita tahu bahwa hasil letusan
gunung api itu memberikan pasokan mineral bagi tanah pertanian Indonesia.
Ditambah lagi Indonesia merupakan negara yang berada di daerah lintang rendah
sehingga memiliki tingkat insolasi matahari yang baik sepanjang tahun, tingkat
insolasi matahari ini berpengaruh terhadap suhu, kelembaban dan tekanan yang
kondusif untuk menumbuh suburkan sektor pertanian. Semua anugerah Tuhan yang
tersedia di alam telah Indonesia miliki untuk mewujudkan spesialisasi pertanian
dalam rangka menghadapi AEC 2015.
AEC
(ASEAN Economic Community) 2015 yang sudah ditanda tangani sejak tahun 2007
antar negara-negara ASEAN seharusnya sudah mampu membuat Indonesia di tahun
2015 ini melesat lebih maju dalam berbagai hal terutama dalam sector unggulan
Indonesia yaitu pertanian. Latar belakang dibentuknya AEC 2015 sebenarnya
sangat baik yaitu membentuk ASEAN menjadi kawasan yang stabil, sejahtera, dan
kompetitif dengan pembangunan ekonomi, mengurangi kemiskinan dan disparitas
sosial ekonomi antar negara di ASEAN (Blueprint. Selain itu diharapkan kedepannya
ASEAN dapat menjadi penyedia factor produksi bagi negara–negara di seluruh
dunia. ASEAN tidak hanya sebagai pasar untuk produk–produk dari negara-negara
Eropa, Amerika maupun Asia Timur. Dengan diberlakukannya AEC tiap–tiap negara
akan terintegrasi dalam bidang produksi untuk meningkatkan efisiensi. Kerjasama
pelaku produksi antar negara akan semakin berkembang untuk menciptakan
efisiensi dengan nilai tinggi. Pelaku produksi tidak perlu untuk memproduksi
semua jenis barang untuk kebutuhannya sendiri. Negara–negara yang tergabung
dalam AEC memberlakukan system single market dalam artian terbuka untuk
melakukan perdagangan barang, jasa, investasi, modal dan tenaga kerja.
Segala
sesutau yang bertujuan baik tidak selalu berakhir baik jika tidak diiringi dengan
usaha yang baik. Masyarakat Indonesia pastinya telah menilai bahwa sesungguhnya
upaya pemerintah untuk mempersiapkan negaranya dalam AEC 2015 tidak begitu
baik, terbukti dengan kurangnya sosialisasi, sebagian besar masyarakat mulai
dari ibu rumah tangga, buruh, petani, pedagang, nelayan, pengusaha, bahkan guru
yang tidak memahami adanya AEC 2105. Memang masih ada yang memahami bahwa akan
ada perdagangan bebas, namun mereka hanya sebatas tahu tentang akan ada
perdagangan bebas, mereka tidak mengetahui kapan ‘perdagangan bebas’ tersebut
dilaksanakan. Masyarakat adalah subyek dan obyek pembangunan, sehingga peran
mereka sangat menentukan apakah nantinya Indonesia akan berhasil dalam ASEAN
Economic Community 2015, agar mereka dapat berperan tentunya mereka membutuhkan
persiapan, pertanyaan yang mendasar adalah bagaimana bisa mereka bersiap-siap
jika pelaksanaannya saja mereka tidak tahu.
Dalam
hal pertanian jelas sekali bahwa pemerintah belum siap menghadapi AEC 2015,
kurangnya perhatian pemerintah terhadap petani dan regulasi tentang harga hasil
pertanian yang seringkali merugikan petani membuat para petani gulung tikar dan
lebih memilih menjadi buruh. Bisa dibayangkan jika petani tetap dibiarkan tidak
sejahtera, maka jangankan mengekspor beras, memenuhi kebutuhan pangan dalam
negeri pun Indonesia akan kesulitan.
Bagaimanapun
Indonesia adalah negara agraris, secara substansial negara agraris bukan lah
tolok ukur negara berkembang dan negara industry bukan lah tolok ukur negara
maju, justru memaksakan tanah negara agraris menjadi negara industry adalah
usaha memiskinkan negara sendiri. Memang sektor industry penting untuk setiap
negara namun khusus pada negara agraris arah pembangunannya harus tetap pada
sektor agraria, sedangkan sektor industry
berjalan mengiringi sebagai salah satu sektor yang menunjang sektor agraris,
salah satunya adalah untuk mengolah hasil-hasil pertanian agar nilai jualnya
menjadi lebih tinggi.
Pada
intinya, sangat penting melakukan sosialisasi tentang AEC 2015 kepada seluruh
lapisan masyarakat dan peningkatan perhatian pada berbagai sektor terutama
sektor pertanian yang merupakan sektor unggulan Indonesia. Masih ada beberapa
bulan lagi untuk menghadapi AEC 2015 sehingga belum terlambat selama pemerintah
bertekad kuat dan bergerak cepat. Pemerintah di bawah kepemimpinan Jokowi dan
Jusuf Kalla pada kampanyenya telah menyuarakan tentang kerja cepat sehingga
menurut saya ini adalah sebuah lampu hijau yang mengisyaratkan bahwa Indonesia
masih memiliki kesempatan untuk berbenah hingga beberapa bulan ke depan.
Meski
banyak pakar ekonomi beranggapan bahwa AEC 2015 akan membawa dampak buruk bagi
perekonomian Indonesia namun walau bagaimanapun kesepakatan telah
ditandatangani sehingga Indonesia mau tidak mau pasti akan menghadapi AEC 2015.
Penulis beranggapan bahwa jika pemerintah merealisasikan kerja cepat dalam
pembenahan berbagai sektor terutama sektor pertanian untuk menghadapi AEC
beberapa bulan ke depan maka akan banyak peluang dalam hal pertanian bagi
Indonesia, antara lain:
1.
Negara-negara di
ASEAN adalah pasar yang sangat potensial karena semua penduduk negara ASEAN
bisa menjadi sasaran pasar. Menurut Budiman (2008) Pada 2006, penduduk ASEAN
mencapai sekitar 567,6 juta orang, dengan tingkat pertumbuhan yang terus
meningkat, pertumbuhan ini mencapai 2,3 persen dari tahun lalu. Bagi sebagian
besar negara-negara ASEAN makanan pokok adalah beras. Jika dikorelasikan dengan
negara produsen beras di ASEAN maka Indonesia akan unggul karena pada tingkat
ASEAN, menurut Sansan (2013) Indonesia adalah penghasil beras pada tingkat
pertama dengan produksi mencapai 643.989 juta metric ton beras per tahun,
disusul dengan Vietnam yang memproduksi 388.955 juta metric ton beras per
tahun, kemudian Myanmar yang memproduksi 326.820 juta metric ton beras per
tahun, dan Thailand yang memproduksi 314.629 juta metric ton per tahun. Pada
peringkat dunia sebagai negara penghasil beras terbesar di dunia, Indonesia
menempati urutan ke 3, Vietnam ke 5, Myanmar ke 6, dan Thailand ke 7.
2.
Indonesia memiliki
jumlah tenaga kerja yang besar. Jumlah penduduk Indonesia adalah sebesar 39,1 %
jika dibandingkan dengan total penduduk negara-negara ASEAN. Sebagian besar
penduduk negara Indonesia adalah penduduk usia produktif (BPS, 2010), selain
itu perbaikan pendidikan dan kemajuan tekhnologi telah merealisasikan
peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia sehingga jumlah penduduk yang besar
tersebut mampu bersaing dengan negara-negara lain di ASEAN. Banyak ilmuwan muda
Indonesia yang telah melakukan rekayasa genetika sehingga mampu menghasilkan
bibit unggul dan melakukan pengolahan tanah yang tepat untuk meminimalisasi
laju erosi sehingga menjaga kualitas lahan pertanian.
3.
Seperti yang
telah disinggung sebelumnya bahwa Indonesia adalah satu-satunya negara di ASEAN
yang memiliki letak sangat strategis yaitu berada di jalur khatulistiwa
sehingga memiliki iklim yang sangat kondusif untuk bertempat tinggal, beraktifitas,
dan tentunya untuk perkembangan pertanian, Indonesia berdiri di atas pertemuan
beberapa lempeng sehingga memiliki banyak gunung api yang menyumbang banyak
mineral untuk kesuburan lahan pertanian, Indonesia juga merupakan negara
maritime sehingga mendapat curah ikan yang melimpah dari laut dan kawasan laut
tersebut menyumbang hasil evaporasi yang menyebabkan Indonesia kaya akan hujan
yang kemudian hujan tersebut digunakan oleh para petani untuk mengairi sawah
mereka. Sektor pertanian tumbuh dengan sangat baik dan bisa menjadi peluang
bagi Indonesia jika pemerintah serius mendampingi para petani mulai dari
pembenihan hingga pemasaran.
Peluang-peluang tersebut tentunya sangat
menguntungkan bagi Indonesia namun untuk tercapainya keberhasilan Indonesia
dalam AEC 2015 membutuhkan kesadaran masyarakat untuk selalu mengutamakan
produk dalam negeri. Tidak cukup dengan slogan “cintailah produk Indonesia”
yang sering disuarakan, namun harus direalisasikan dalam kehidupan nyata.
DAFTAR RUJUKAN
Badan Pusat Statistik.
2010. Dependency Ratio Menurut Provinsi 2010. (http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=1&tabel=1&daftar=1&id_subyek=12¬ab=13).
Diakses tanggal 24 Oktober 2014.
Budiman, Aida S. 2008. Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015: Memperkuat
Sinergi ASEAN di Tengah Kompetisi Global, hal 286. Jakarta: Elex Media
Komputindo.
Sansan. 2013. Top 10
Negara-Negara Penghasil Beras di Dunia. (Online), (http://sansanmania.blogspot.com/2013/08/top-10-negara-negara-penghasil-beras-di.html).
Diakses tanggal 24 Oktober 2014.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar