Sebuah Kebermaknaan

Rabu, 24 Desember 2014

PELUANG PERTANIAN DALAM AEC 2015 BAGI INDONESIA

PELUANG PERTANIAN DALAM AEC 2015 BAGI INDONESIA
Oleh: Shofi Amaliyah Majid

Indonesia telah diberkahi segala sesuatu yang sangat kondusif untuk perkembangan pertanian. Dari jutaan meter di bawah kaki kita berpijak hingga jutaan meter di atas kepala manusia Indonesia terdapat cadangan air tanah, simpanan air permukaan dan hujan yang melimpah untuk  asupan air bagi tanaman, letak Indonesia yang berada di daerah pertemuan lempeng-lempeng membuat Indonesia memiliki banyak gunung api, kita tahu bahwa hasil letusan gunung api itu memberikan pasokan mineral bagi tanah pertanian Indonesia. Ditambah lagi Indonesia merupakan negara yang berada di daerah lintang rendah sehingga memiliki tingkat insolasi matahari yang baik sepanjang tahun, tingkat insolasi matahari ini berpengaruh terhadap suhu, kelembaban dan tekanan yang kondusif untuk menumbuh suburkan sektor pertanian. Semua anugerah Tuhan yang tersedia di alam telah Indonesia miliki untuk mewujudkan spesialisasi pertanian dalam rangka menghadapi AEC 2015. 
AEC (ASEAN Economic Community) 2015 yang sudah ditanda tangani sejak tahun 2007 antar negara-negara ASEAN seharusnya sudah mampu membuat Indonesia di tahun 2015 ini melesat lebih maju dalam berbagai hal terutama dalam sector unggulan Indonesia yaitu pertanian. Latar belakang dibentuknya AEC 2015 sebenarnya sangat baik yaitu membentuk ASEAN menjadi kawasan yang stabil, sejahtera, dan kompetitif dengan pembangunan ekonomi, mengurangi kemiskinan dan disparitas sosial ekonomi antar negara di ASEAN (Blueprint. Selain itu diharapkan kedepannya ASEAN dapat menjadi penyedia factor produksi bagi negara–negara di seluruh dunia. ASEAN tidak hanya sebagai pasar untuk produk–produk dari negara-negara Eropa, Amerika maupun Asia Timur. Dengan diberlakukannya AEC tiap–tiap negara akan terintegrasi dalam bidang produksi untuk meningkatkan efisiensi. Kerjasama pelaku produksi antar negara akan semakin berkembang untuk menciptakan efisiensi dengan nilai tinggi. Pelaku produksi tidak perlu untuk memproduksi semua jenis barang untuk kebutuhannya sendiri. Negara–negara yang tergabung dalam AEC memberlakukan system single market dalam artian terbuka untuk melakukan perdagangan barang, jasa, investasi, modal dan tenaga kerja.
Segala sesutau yang bertujuan baik tidak selalu berakhir baik jika tidak diiringi dengan usaha yang baik. Masyarakat Indonesia pastinya telah menilai bahwa sesungguhnya upaya pemerintah untuk mempersiapkan negaranya dalam AEC 2015 tidak begitu baik, terbukti dengan kurangnya sosialisasi, sebagian besar masyarakat mulai dari ibu rumah tangga, buruh, petani, pedagang, nelayan, pengusaha, bahkan guru yang tidak memahami adanya AEC 2105. Memang masih ada yang memahami bahwa akan ada perdagangan bebas, namun mereka hanya sebatas tahu tentang akan ada perdagangan bebas, mereka tidak mengetahui kapan ‘perdagangan bebas’ tersebut dilaksanakan. Masyarakat adalah subyek dan obyek pembangunan, sehingga peran mereka sangat menentukan apakah nantinya Indonesia akan berhasil dalam ASEAN Economic Community 2015, agar mereka dapat berperan tentunya mereka membutuhkan persiapan, pertanyaan yang mendasar adalah bagaimana bisa mereka bersiap-siap jika pelaksanaannya saja mereka tidak tahu.
Dalam hal pertanian jelas sekali bahwa pemerintah belum siap menghadapi AEC 2015, kurangnya perhatian pemerintah terhadap petani dan regulasi tentang harga hasil pertanian yang seringkali merugikan petani membuat para petani gulung tikar dan lebih memilih menjadi buruh. Bisa dibayangkan jika petani tetap dibiarkan tidak sejahtera, maka jangankan mengekspor beras, memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri pun Indonesia akan kesulitan.
Bagaimanapun Indonesia adalah negara agraris, secara substansial negara agraris bukan lah tolok ukur negara berkembang dan negara industry bukan lah tolok ukur negara maju, justru memaksakan tanah negara agraris menjadi negara industry adalah usaha memiskinkan negara sendiri. Memang sektor industry penting untuk setiap negara namun khusus pada negara agraris arah pembangunannya harus tetap pada sektor agraria, sedangkan sektor industry berjalan mengiringi sebagai salah satu sektor yang menunjang sektor agraris, salah satunya adalah untuk mengolah hasil-hasil pertanian agar nilai jualnya menjadi lebih tinggi.
Pada intinya, sangat penting melakukan sosialisasi tentang AEC 2015 kepada seluruh lapisan masyarakat dan peningkatan perhatian pada berbagai sektor terutama sektor pertanian yang merupakan sektor unggulan Indonesia. Masih ada beberapa bulan lagi untuk menghadapi AEC 2015 sehingga belum terlambat selama pemerintah bertekad kuat dan bergerak cepat. Pemerintah di bawah kepemimpinan Jokowi dan Jusuf Kalla pada kampanyenya telah menyuarakan tentang kerja cepat sehingga menurut saya ini adalah sebuah lampu hijau yang mengisyaratkan bahwa Indonesia masih memiliki kesempatan untuk berbenah hingga beberapa bulan ke depan.
Meski banyak pakar ekonomi beranggapan bahwa AEC 2015 akan membawa dampak buruk bagi perekonomian Indonesia namun walau bagaimanapun kesepakatan telah ditandatangani sehingga Indonesia mau tidak mau pasti akan menghadapi AEC 2015. Penulis beranggapan bahwa jika pemerintah merealisasikan kerja cepat dalam pembenahan berbagai sektor terutama sektor pertanian untuk menghadapi AEC beberapa bulan ke depan maka akan banyak peluang dalam hal pertanian bagi Indonesia, antara lain:
1.      Negara-negara di ASEAN adalah pasar yang sangat potensial karena semua penduduk negara ASEAN bisa menjadi sasaran pasar. Menurut Budiman (2008) Pada 2006, penduduk ASEAN mencapai sekitar 567,6 juta orang, dengan tingkat pertumbuhan yang terus meningkat, pertumbuhan ini mencapai 2,3 persen dari tahun lalu. Bagi sebagian besar negara-negara ASEAN makanan pokok adalah beras. Jika dikorelasikan dengan negara produsen beras di ASEAN maka Indonesia akan unggul karena pada tingkat ASEAN, menurut Sansan (2013) Indonesia adalah penghasil beras pada tingkat pertama dengan produksi mencapai 643.989 juta metric ton beras per tahun, disusul dengan Vietnam yang memproduksi 388.955 juta metric ton beras per tahun, kemudian Myanmar yang memproduksi 326.820 juta metric ton beras per tahun, dan Thailand yang memproduksi 314.629 juta metric ton per tahun. Pada peringkat dunia sebagai negara penghasil beras terbesar di dunia, Indonesia menempati urutan ke 3, Vietnam ke 5, Myanmar ke 6, dan Thailand ke 7.
2.      Indonesia memiliki jumlah tenaga kerja yang besar. Jumlah penduduk Indonesia adalah sebesar 39,1 % jika dibandingkan dengan total penduduk negara-negara ASEAN. Sebagian besar penduduk negara Indonesia adalah penduduk usia produktif (BPS, 2010), selain itu perbaikan pendidikan dan kemajuan tekhnologi telah merealisasikan peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia sehingga jumlah penduduk yang besar tersebut mampu bersaing dengan negara-negara lain di ASEAN. Banyak ilmuwan muda Indonesia yang telah melakukan rekayasa genetika sehingga mampu menghasilkan bibit unggul dan melakukan pengolahan tanah yang tepat untuk meminimalisasi laju erosi sehingga menjaga kualitas lahan pertanian.
3.      Seperti yang telah disinggung sebelumnya bahwa Indonesia adalah satu-satunya negara di ASEAN yang memiliki letak sangat strategis yaitu berada di jalur khatulistiwa sehingga memiliki iklim yang sangat kondusif untuk bertempat tinggal, beraktifitas, dan tentunya untuk perkembangan pertanian, Indonesia berdiri di atas pertemuan beberapa lempeng sehingga memiliki banyak gunung api yang menyumbang banyak mineral untuk kesuburan lahan pertanian, Indonesia juga merupakan negara maritime sehingga mendapat curah ikan yang melimpah dari laut dan kawasan laut tersebut menyumbang hasil evaporasi yang menyebabkan Indonesia kaya akan hujan yang kemudian hujan tersebut digunakan oleh para petani untuk mengairi sawah mereka. Sektor pertanian tumbuh dengan sangat baik dan bisa menjadi peluang bagi Indonesia jika pemerintah serius mendampingi para petani mulai dari pembenihan hingga pemasaran.
Peluang-peluang tersebut tentunya sangat menguntungkan bagi Indonesia namun untuk tercapainya keberhasilan Indonesia dalam AEC 2015 membutuhkan kesadaran masyarakat untuk selalu mengutamakan produk dalam negeri. Tidak cukup dengan slogan “cintailah produk Indonesia” yang sering disuarakan, namun harus direalisasikan dalam kehidupan nyata.


DAFTAR RUJUKAN

Badan Pusat Statistik. 2010. Dependency Ratio Menurut Provinsi 2010. (http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=1&tabel=1&daftar=1&id_subyek=12&notab=13). Diakses tanggal 24 Oktober 2014.

Budiman, Aida S. 2008. Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015: Memperkuat Sinergi ASEAN di Tengah Kompetisi Global, hal 286. Jakarta: Elex Media Komputindo.

Sansan. 2013. Top 10 Negara-Negara Penghasil Beras di Dunia. (Online), (http://sansanmania.blogspot.com/2013/08/top-10-negara-negara-penghasil-beras-di.html). Diakses tanggal 24 Oktober 2014.

(Makalah) KONTRIBUSI SUMBER DAYA PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI DIKAJI DARI GEOGRAFI EKONOMI

KONTRIBUSI SUMBER DAYA PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI DIKAJI DARI GEOGRAFI EKONOMI

MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH
Geografi Ekonomi
Yang dibina oleh Dr. I Nyoman Ruja, S. U








Oleh:
Shofi Amaliyah Majid          130721607499
Iffana Chusnul Khotimah    130721616051
Widya Apriliani                     130721607483
Inwainatul Kunainah           130721607415
Choirul Ageng Satria            130721616049
Asrul Khoiri                          130721607486













UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS ILMU SOSIAL
JURUSAN GEOGRAFI
PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN GEOGRAFI
Oktober 2014

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
            Indonesia secara astronomis berada di 6oLU-11oLS dan 95oBT-141oBT, hal ini menandakan bahwa wilayah Indonesia merupakan wilayah yang subur dan beriklim tropis. Potensi wilayah yang demikian sangat baik kaitannya dalam pengembangan sektor pertanian. Iklim di Indonesia yang cukup dalam memperoleh sinar matahari sepanjang tahun, mempengaruhi tumbuh suburnya setiap tanaman dengan mudah. Potensi yang demikian membuat wilayah Indonesia mendapat julukan sebagai “Kolam Susu” dimana setiap tangkai maupun bibit yang ditanam di wilayah Indonesia selalu tumbuh subur dan menghasilkan uang. Selain itu letak Indonesia yang berada di daerah pertemuan lempeng, mengakibatkan Indonesia memiliki banyak gunung api yang berpengaruh terhadap kesuburan tanah.
Bila ditinjau dari segi letak geografis wilayah Indonesia berada pada posisi dua samudra yaitu Samudra Hindia dan Samudra Pasifik. Dan terletak diantara dua benua yaitu Benua Asia dan Benua Australia. Hal ini menandakan bahwa letak wilayah negara kita berada di sebuah jalur internasional yaitu sebuah jalur yang strategis dalam menjalankan berbagai sektor yang seharusnya mampu menjadi daya ikat bagi negara-negara luar terutama dalam bidang pemasaran barang-barang produksi dalam negeri salah satunya produksi hasil pertanian.
Pertanian dalam pengertian yang luas mencakup semua kegiatan yang melibatkan pemanfaatan makhluk hidup (termasuk tanaman, hewan, dan mikrobia) untuk kepentingan manusia. Dalam arti sempit, pertanian juga diartikan sebagai kegiatan pemanfaatan sebidang lahan untuk membudidayakan jenis tanaman tertentu, terutama yang bersifat semusim. Usaha pertanian diberi nama khusus untuk subjek usaha tani tertentu (Rizky, 2012).
Pertanian merupakan sektor primer dalam perekonomian Indonesia. Artinya pertanian merupakan sektor utama yang menyumbang hampir dari setengah perekonomian. Pembangunan pertanian yang sudah cukup berhasil dicapai oleh Indonesia pada tahun 1970-an sampai tahun 1980-an yang ditandai dengan meningkatnya pertumbuhan PDB (Produk Domestik Bruto) sektor pertanian sebesar 3,2% per tahunnya. Kemudian pada 1984 swasembada beras dapat tercapai dan berhasil memicu pertumbuhan ekonomi di pedesaan. Akan tetapi, swasembada beras tersebut hanya dapat dipertahankan hingga tahun 1993. Tingkat produktivitas padi di Indonesia adalah yang tertinggi dari negara-negara lain di kawasan Asia Tenggara dan Asia Selatan. Oleh karena itu, Indonesia memiliki keunggulan yaitu beras sebagai subtitusi impor (Ramli, 2014).
Berdasarkan paparan di atas, kelompok kami akan membahas lebih lanjut apa saja kontribusi yang diberikan oleh sumber daya pertanian terhadap pembangunan ekonomi Indonesia, apa yang menjadi permasalahan di dalam sektor pertanian yang ada di Indonesia sehingga kita mengetahui apa yang menjadi kendala utama penghambat di sektor pertanian dan menemukan solusi pemecahannya serta cara memaksimalkan sumber daya pertanian untuk meningkatkan pembangunan ekonomi Indonesia di masa mendatang.

1.2 Rumusan Masalah
1.2.1     Bagaimana kontribusi sumber daya pertanian dalam pembangunan ekonomi dikaji dari geografi ekonomi?
1.2.2     Apa saja hal yang menjadi permasalahan di dalam sektor pertanian Indonesia yang menjadi kendala utama penghambat pengembangan sektor pertanian?
1.2.3     Bagaimana cara mengatasi permasalahan yang menjadi penghambat pengembangan sektor pertanian?
1.2.4     Bagaimana cara memaksimalkan sumber daya pertanian untuk meningkatkan pembangunan ekonomi Indonesia di masa mendatang?

1.3                Tujuan
1.3.1     mengetahui kotribusi sumber daya pertanian dalam pembangunan ekonomi di kaji dari geografi ekonomi.
1.3.2     Mengetahui permasalahan di dalam sektor pertanian Indonesia yang menjadi kendala utama penghambat pengembangan sektor pertanian?
1.3.3     Mengetahui cara mengatasi masalah yang menjadi penghambat pengembangan sektor pertanian
1.3.4     Mengetahui cara memaksimalkan sumber daya pertanian untuk meningkatkan pembangunan ekonomi Indonesia di masa mendatang.




























BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Kontribusi Sumber Daya Pertanian dalam Pembangunan Ekonomi Dikaji dari Geografi Ekonomi
            Sebagai salah satu negara yang termasuk dalam wilayah tropis, Indonesia memiliki potensi pertanian yang sangat baik, terutama untuk pertanian tropika. 5 komoditas pertanian dan perkebunan Indonesia yang mendunia adalah sebagai berikut (Flatian, 2012 dalam Fachri, 2010).
1. Kelapa Sawit
Indonesia menempatkan diri sebagai produsen minyak sawit mentah terbesar di dunia. Pada tahun 2011 Indonesia menguasai pasar minyak sawit mentah dunia sebesar 47% mengungguli Malaysia di tempat ke 2 dengan 39%. Ekspor kelapa sawit mampu menyumbang devisa Negara sebesar USD 14 miliar pada tahun 2010 dan diperkirakan akan terus meningkat secara signifikan dari tahun ketahunnya.
2. Rempah-rempah
Sejak dahulu kala, Indonesia terkenal akan rempah-rempahnya. Tanaman rempah-rempah yang tumbuh subur di Indonesia menarik minat bangsa lain untuk menguasainnya. Tidak dapat dipungkiri bahwa dahulu banyak bangsa asing yang kaya raya akibat rempah-rempah dari Indonesia yang mempunyai nilai sangat tinggi. Sampai saat ini Indonesia masih sebagai eksportir utama rempah-rempah di dunia, diantaranya adalah pala, kayu manis, cengkeh dan lada.
3. Kakao
Indonesia merupakan penghasil kakao no 3 di dunia setelah Pantai Gading dan Ghana. Produksinya terus tumbuh rata-rata 3,5% per tahun, pada tahun 2014 pemerintah berkomitmen untuk mengalahkan kedua Negara tersebut untuk menduduki peringkat pertama sebagai penghasil kakao terbesar di dunia. Pada tahun 2010 produksi kakao Indonesia mencapai 574 ribu ton atau menyumbang 16% produksi kakao dunia, sedangkan Pantai Gading di peringkat pertama dengan 1,6 juta ton, atau menyumbang sebesar 44%.

4. Karet
Indonesia menempati peringkat ke 2 setelah Thailand sebagai pemasok karet mentah dunia. Ada yang menyebut Indonesia sebagai Arabnya karet dunia. Meskipun kalah dalam hal jumlah dan produktifitas perkebunan karet, namun karet Indonesia disebut-sebut menang secara kualitas dibanding karet dari Thailand. Pada tahun 2011 produksi karet di Indonesia mencapai 2,8 juta ton.
5. Kopi
Saat ini Indonesia menduduki peringkat 3 sebagai produsen kopi dunia dibawah Brazil dan Kolombia. Basarnya produksi kopi Indonesia per tahun rata-rata sekitar 600 ribu ton. Dari angka ini Indonesia dapat mensuplai  7% kebutuhan kopi dunia.
Indonesia merupakan Negara agraris yang memiliki potensi besar dan sumber daya alam yang melimpah untuk produk pertanian. Di sektor pertanian Indonesia memiliki beragam jenis tenaman, hal ini didukung kondisi iklim tropis yang berbeda, dibidang tanaman pangan di Indonesia memiliki tanaman unggul seperti padi, kedelai, kacang tanah, ubi kayu dan berbagai jenis faritas yang lain.
Pertanian merupakan sektor yang memiliki peranan signifikan bagi perekonomian Indonesia. Sektor pertanian menyerap 35.9% dari total angkatan kerja di Indonesia dan menyumbang 14.7% bagi GNP Indonesia (BPS, 2012 dalam Fachri, 2010). Fakta-fakta tersebut menguatkan pertanian sebagai megasektor yang sangat vital bagi perekonomian Indonesia.
Sektor pertanian di Indonesia merupakan tulang punggung dari perekonomian dan pembangunan nasional, hal tersebut dapat dilihat dalam pembentukan PDB, penerimaan devisa, penyerapan tenaga kerja, penyediaan pangan, dan penyediaan bahan baku industri. Sektor pertanian juga berperan dalam memeratakan pembangunan melalui upaya pengentasan kemiskinan dan perbaikan pendapatan masyarakat. Selain itu, sektor pertanian juga telah menjadi salah satu pembentuk budaya bangsa dan penyeimbang ekosistem.
Dengan daratan yang cukup luas yang tersusun rapi oleh ribuan pulau yang ada seolah menetapkan bahwa negara kita adalah negara agraris. Memang tak dapat dipungkiri, namun hal tersebut lah yang menjadi sumber mata pencaharian dari sekitar 60 % rakyatnya yang kemudian menjadi salah satu sektor riil yang memiliki peran sangat nyata dalam membantu penghasilan devisa negara.

2.1.1        Potensi pertanian Indonesia
1.      Keanekaragaman Hayati dan Agroekosistem       
Indonesia memiliki potensi sumberdaya alam, termasuk plasma nutfah, yang melimpah (mega biodiversity). Biodiversity darat Indonesia merupakan terbesar nomor dua di dunia setelah Brasil, sedangkan bila termasuk biodiversity laut maka Indonesia merupakan terbesar nomor satu di dunia. Hal ini dapat dilihat dengan beragamnya jenis komoditas pertanian tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan yang sudah sejak lama diusahakan sebagai sumber pangan dan pendapatan masyarakat.  Keanekaragaman hayati yang didukung dengan sebaran kondisi geografis berupa dataran rendah dan tinggi, limpahan sinar matahari dan intesitas curah hujan yang hampir merata sepanjang tahun di sebagian wilayah, serta keaneka ragaman jenis tanah memungkinkan dibudidayakannya aneka jenis tanaman dan ternak asli daerah tropis, serta komoditas introduksi dari daerah sub tropis secara merata sepanjang tahun di Indonesia.
2.      Lahan Pertanian
Indonesia memiliki potensi ketersediaan lahan yang cukup besar dan belum dimanfaatkan secara optimal. Data dari kajian akademis yang dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Pengelolaan Lahan dan Air, Kementerian Pertanian pada tahun 2006 memperlihatkan bahwa total luas daratan Indonesia adalah sebesar 192 juta ha, terbagi atas 123 juta ha (64,6 persen) merupakan kawasan budidaya dan 67 juta ha sisanya (35,4 persen) merupakan kawasan lindung. Dari total luas kawasan budidaya, yang berpotensi untuk areal pertanian seluas 101 juta ha, meliputi lahan basah seluas 25,6 juta ha, lahan kering tanaman semusim 25,3 juta ha dan lahan kering tanaman tahunan 50,9 juta ha. Sampai saat ini, dari areal yang berpotensi untuk pertanian tersebut, yang sudah dibudidayakan menjadi areal pertanian sebesar 47 juta ha, sehingga masih tersisa 54 juta ha yang berpotensi untuk perluasan areal pertanian. Jumlah luasan dan sebaran hutan, sungai, rawa dan danau serta curah hujan yang cukup tinggi dan merata sepanjang tahun sesungguhnya merupakan potensi alamiah untuk memenuhi kebutuhan air pertanian apabila dikelola dengan baik. Waduk, bendungan, embung dan air tanah serta air permukaan lainnya sangat potensial untuk mendukung pengembangan usaha pertanian.
2.1.2        Kontribusi Sumber Daya Pertanian
Adapun kontribusi sumber daya pertanian dalam pembangunan ekonomi Indonesia yaitu sebagai berikut (Fachri, 2010).
  1. Kontribusi pertanian terhadap devisa
Pertanian juga mempunyai kontribusi yang besar terhadap peningkatan devisa, yaitu lewat peningkatan ekspor dan atau pengurangan tingkat ketergantungan Negara tersebut terhadap impor atas komoditi pertanian. Komoditas ekspor pertanian Indonesia cukup bervariasi mulai dari getah karet, kopi, udang, rempah-rempah, mutiara, hingga berbagai macam sayur dan buah.
Peran pertanian dalam peningkatan devisa bisa kontradiksi dengan perannya dalam bentuk kontribusi produk. Kontribusi produk dari sector pertanian terhadap pasar dan industri domestic bisa tidak besar karena sebagian besar produk pertanian di ekspor atau sebagian besar kebutuhan pasar dan industri domestic disuplai oleh produk-produk impor. Artinya peningkatan ekspor pertanian bisa berakibat negative terhadap pasokan pasar dalam negeri, atau sebaliknya usaha memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri bisa menjadi suatu factor penghambat bagi pertumbuhan ekspor pertanian. Untuk mengatasinya ada dua hal yang perlu dilakukan yaitu menambah kapasitas produksi dan meningkatkan daya saing produknya. Namun bagi banyak Negara agraris, termasuk Indonesia melaksanakan dua pekerjaan ini tidak mudah terutama karena keterbatasan teknologi, SDM, dan modal.
Pada 2009 ekspor produk pertanian Indonesia baru mencapai 2,46 persen dari total produksi beras yang dihasilkan petani di berbagai provinsi dengan jumlah mencapai 69,5 juta ton gabah kering giling (GKG).
Selain untuk ekspor produksi padi juga untuk memenuhi program bantuan beras rakyat miskin (Raskin) yang setiap bulannya dibutuhkan 260 ribu ton serta untuk cadangan pangan nasional setiap akhir tahun lebih dari 1,5 juta ton.

  1. Kontribusi pertanian terhadap produktivitas
Banyak orang memperkirakan bahwa dengan laju pertumbuhan penduduk di dunia yang tetap tinggi setiap tahun, sementara lahan-lahan yang tersedia untuk kegiatan-kegiatan pertanian semakin sempit, maka pada suatu saat dunia akan mengalami krisis pangan (kekurangan stok), seperti juga diprediksi oleh teori Malthus. Namun keterbatasan stok pangan bisa diakibatkan oleh dua hal: karena volume produksi yang rendah ( yang disebabkan oleh faktor cuaca atau lainnya), sementara permintaan besar karena jumlah penduduk dunia bertambah terus atau akibat distribusi yang tidak merata ke sluruh dunia.
Mungkin sudah merupakan evolusi alamiah seiring dnegan proses industrialisasi dimana pangsa output agregat (PDB) dari pertanian relatif menurun, sedangkan dari industri manufaktur dan sektor-sektor skunder lainnya, dan sektor tersier meningkat. Perubahan struktur ekonomi seperti ini juga terjadi di Indonesia. Penurunan kontribusi output dari pertanian terhadap pembentukan PDB bukan berarti bahwa volume produksi berkurang (pertumbuhan negatif). Tetapi laju pertumbuhan outputnya lebih lambat dibandingkan laju pertumbuhan output di sektor-sektor lain.
Bukan hanya dialami oleh Indinesia tetapi secara umum ketergantungan negara agraris terhadap impor pangan semakin besar, jika dibandingkan dengan 10 atau 20 tahun yang lalu, misalnya dalam hal beras. Setiap tahun Indonesia harus mengimpor beras lebih dari 2 juta ton. Argumen yang sering digunakan pemerintah untuk membenarkan kebijakan M-nya adalah bahwa M beras merupakan suatu kewajiban pemerintah yang tak bisa dihindari, karena ini bukan semata-mata hanya menyangkut pemberian makanan bagi penduduk, tapi juga menyangkut stabilitas nasional (ekonomi, politik, dan sosial).
Kemampuan Indonesia meningkatkan produksi pertanian untuk swasembada dalam penyediaan pangan sangat ditentukan oleh banyak faktor eksternal maupun internal. Satu-satunya faktor eksternal yang tidak bisa dipengaruhi oleh manusia adalah iklim, walaupun dengan kemajuan teknologi saat ini pengaruh negatif dari cuaca buruk terhadap produksi pertanian bisa diminimalisir. Dalam penelitian empiris, factor iklim biasanya dilihat dalam bentuk banyaknya curah hujan (millimeter). Curah hujan mempengaruhi pola produksi, pola panen, dan proses pertumbuhan tanaman. Sedangkan factor-faktor internal, dalam arti bisa dipengaruhi oleh manusia, di antaranya yang penting adalah lusa lahan, bibit, berbagai macam pupuk (seperti urea, TSP, dan KCL), pestisida, ketersediaan dan kualitas infrastruktur, termasuk irigasi, jumlah dan kualitas tenaga kerja (SDM), K, dan T. kombinasi dari faktor-faktor tersebut dalam tingkat keterkaitan yang optimal akan menentukan tingkat produktivitas lahan (jumlah produksi per hektar) maupun manusia (jumlah produk per L/petani). Saat ini Indonesia, terutama pada sektor pertanian (beras) belum mencukupi kebutuhan dalam negeri. Ini berarti Indonesia harus meningkatkan daya saing dan kapasitas produksi untuk menigkatkan produktivitas pertanian.
  1. Kontribusi pertanian terhadap penyerapan tennaga kerja
Di tengah berbagai permasalahan, sektor pertanian masih memegang peran yang sangat strategis bagi ketenagakerjaan di Indonesia. Selama periode 1996-2002, rata-rata untuk setiap 10 orang pekerja Indonesia, 4-5 diantaranya bekerja atau berusaha di lapangan usaha itu. Sementara itu, berdasarkan data sakernas tahun 2006, penduduk Indonesia yang bekerja dalam bidang pertanian mencapai 42.039.250 orang dari 95.177.102 orang (44,2 %) penduduk Indonesia yang bekerja. Memperhatikan hal tersebut, maka kebijakan ketenagakerjaan di Indonesia sangat tidak realistis jika mengabaikan sektor pertanian. Sektor inilah yang justru tidak mengalami pukulan yang hebat di saat sektor lain mengalami keterpurukan oleh krisis ekonomi. Bahkan, beberapa komoditi pertanian, terutama perikanan justru mengalami keuntungan luar biasa pada saat krisis ekonomi terjadi.
Data di atas menunjukkan bahwa pekerja Indonesia masih sangat terkonsentrasi pada profesi petani. Profesi-profesi lain yang tergolong memiliki produktivitas tinggi termasuk profesional/teknisi dan mangerial/administrasi masih sangat rendah proporsinya. Walaupun demikian, terdapat adanya kecenderungan semakin meningkatnya persentase penduduk yang bekerja pada sektor non pertanian dari waktu ke waktu. Selama kurun waktu 1990-1997, tenaga kerja sektor bukan pertanian meningkat lebih dari 16,5 juta orang, sebaliknya tenaga kerja di sektor pertanian turun lebih dari 6,7 juta orang. Sektor perdagangan, jasa, industri dan konstruksi mengalami pertambahan tenaga kerja mencolok. Selama kurun waktu itu, tenaga kerja bukan pertanian secara keseluruhan tumbuh sekitar 6,0 persen per tahun.
Masih tingginya daya serap sektor pertanian tidak disertai dengan upaya yang memadai dari pemerintah dalam bentuk kebijakan yang kondusif untuk berkembangnya sektor tersebut. Petani dan sektor pertanian masih ditempatkan pada posisi marginal. Kebijakan pemerintah cenderung bertentangan dengan keinginan para petani. Kebijakan impor beras, gula, dan komoditi lainnya mencerminkan pertentangan antara keinginan petani dan pemerintah. Kondisi ini membuat nasib petani tidak beranjak menjadi lebih baik. Pernyataan Bank Dunia beberapa waktu lalu menyebutkan bahwa kenaikan harga beras menyebabkan peningkatan angka kemiskinan di Indonesia sebesar 3,1 juta orang.
Sektor pertanian juga semakin tergeser oleh sektor lainnya dengan semakin tingginya alih fungsi lahan pertanian dan semakin luasnya lahan kritis. Pembangunan permukiman yang meluas sampai ke daerah pedesaan membuat lahan pertanian yang subur tidak lagi menghasilkan pangan untuk memenuhi kebutuhan penduduk. Desakan kebutuhan akan lahan kemudian muncul ketika petani sudah tidak memiliki lahan yang memadai untuk diolah. Pada akhirnya mereka membuka lahan baru yang seharusnya menjadi lahan konservasi, sehingga lahan kritis juga semakin luas.
Masih tingginya peran sektor pertanian dalam menyerap tenaga kerja yang ada saat ini, menunjukkan bahwa pemerintah perlu menempatkan sektor ini sebagai sektor yang penting untuk dikembangkan bersama-sama dengan sektor lainnya. Kebijakan-kebijakan yang dibuat hendaknya memberikan iklim yang kondusif bagi tumbuh dan berkembangnya sektor pertanian. Sektor pertanian sampai saat ini masih ditempatkan pada posisi marginal, sehingga produktivitasnya paling rendah diantara sektor lainnya. Karena itu, sudah saatnya perhatian penuh ditujukan untuk menjadikan sektor ini memiliki daya saing dan berkontribusi besar terhadap perekonomian Indonesia.
  1. Kontribusi Pertanian Terhadap Pendapatan Nasional
Pendapatan nasional Indonesia mengalami peningkatan pada setiap periode tertentu. Walaupun demikian pendapatan nasionala  Indonesia masih rendah dibandingkan dengan negara- negara lain bahkan dengan negara Indonesia berada di urutan bawah pada lingkup negara- negara asia tenggara. Namun begitu seiring dengan berjalannya waktu Indonesia juga mulai berbenah dengan usaha meningkatkan pendapatan nasional. Usaha tersebut dengan meningkatkan dan memaksimalkan sektor- sektor penyumbang pendapatan nasional dan mempertahankan sektor yang telah berkontribusi besar dalam pendapatan nasional. Salah satu usahanya adalah dengan meningkatkan kontribusi pada sektor pertanian. Sebagaimana yang diketahui sektor pertanian telah memberikan kontribusi yang besar dalam pendapatan nasional.
Sektor pertanian menduduki tempat ketiga sebagai penyumbang PDB sebesar Rp 106,8 triliun (13,29%) atas dasar harga berlaku sedangkan atas dasar harga konstan 2000 juga menduduki tempat ketiga dengan Rp 68,4 triliun (BPS, 2007 dalam Fachri, 2010). Walaupun penyumbanag terbesar masih tetap diberikan oleh sektor industri pengolahan namun peran besar pertanian tetap tidak dapat diabaikan.
Peran pertanian tersebut sangat banyak dan dapat dikatakan sebagai penyelamat perekonomian saat terjadi krisis dengan bertindak sebagai penyedia pangan, penyedia lapangan pekerjaan, pengahasil devisa melalui ekspor bahan- bahan pertanian, aerta mengurangi kemiskinan di pedesaan. Peran pertanian tersebut memegang peranan sentral dan tidak dapat digantikan oleh sektor lain. Pertanian juga memiliki prospek yang baik di masa depan. Contohnya saja dengan perkembangan pesat perkebunan kelapa sawit yang dapat melakukan ekspor dan bahkan menjadikan Indonesia sebagai negara penghasil CPO terbesar di dunia. Hal tersebut menambah devisa negara sekaligus menambah pendapatan nasional. Belum lagi dengan adanya isu penggantian BBM dengan Biodiesel yang bahan bakunya berasal dari produk- produk pertanian.
Oleh karena itu pemerintah harus lebih memberikan perhatian pada sektor pertanian agar lebih berkontribusi dalam menyumbang pendapatan nasional. Karena seperti yang kita ketahui pertanian selalu mendapat perhatian yang kurang. Hal tersebut dapat tercermin dari kehidupan petani yang belum ada peningkatan dan justru terkesan semakin sengsara.
Upaya untuk membuat pertanian agar lebih maju lagi salah satunya adalah dengan revitalisasi pertanian, serta perbaikan dan peningkatan sarana dan prasarana pertanian agar tujuan untuk meningkatkan kontribusi pertanian dalam meningkatkan pendapatan nasioanal dapat tercapai. Namun hal tersebut juga membutuhkan bantuan dari sektor lain sehingga terjalin sinergiyang baik. Dalam hal ini juga dibutuhkan transformasi struktural.
  Transformasi struktural bukan berarti meninggalkan sektor pertanian menuju sektor industri, tetapi menjadikan pangsa sektor industri terhadap PDB yang lebih besar dari sektor pertanian, yang disebabkan olehpertumbuhan sektor industri yang lebih tinggi akibat faktor eksternalitas industrialisasi yang lebih besar. Transformasi struktural yang telah dicapai diatas, akan kurang berarti apabila masih menyisakan adanya ketimpangan antar sektor atau ketertinggalannya suatu sektor dalam pembangunan. Karena proses pembangunan adalah proses yang saling mengkait antara satu sector dengan sektor yang lain. Ketertinggalan suatu sektor dalam pembangunan akan mengakibatkan pertumbuhan pembangunan yang tidak seimbang dan tidak kokoh. Setidaknya ada beberapa faktor yang bisa diungkapkan bahwa sektor pertanian menjadi penting dalam proses pembangunan, yaitu:
1.      Sektor pertanian menghasilkan produk-produk yang diperlukan sebagai input sektor lain, terutama sektor industri, seperti: industri tekstil, industri makanan dan minuman;
2.      Sebagai negara agraris (kondisi historis) maka sektor pertanian menjadi sektor yang sangat kuat dalam perekonomian dalam tahap awal prose pembangunan. Populasi di sektor pertanian (pedesaan) membentuk suatu proporsi yang sangat besar. Hal ini menjadi pasar yang sangat besar bagi produk-produk dalam negeri baik untuk barang produksi maupun barang konsumsi, terutama produk pangan. Sejalan dengan itu, ketahanan pangan yang terjamin merupakan prasyarat kestabilan sosial dan politik;
3.      Karena terjadi transformasi struktural dari sektor pertanian ke sector industri maka sektor pertanian menjadi sektor penyedia faktor produksi (terutama tenaga kerja) yang besar bagi sektor non-pertanian (industri).



2.2        Masalah Di Dalam Sektor Pertanian Indonesia Yang Menjadi Kendala Utama Penghambat Pengembangan Sektor Pertanian
2.2.2        Masalah Pertanian Indonesia
1.      Adanya Kelemahan Dalam Sistem Alih Teknologi
Ciri utama pertanian modern adalah produktivitas, efisiensi, mutu dan kontinuitas pasokan yang terus menerus harus selalu meningkat dan terpelihara. Produk-produk pertanian kita baik komoditi tanaman pangan (hortikultura), perikanan, perkebunan dan peternakan harus menghadapi pasar dunia yang telah dikemas dengan kualitas tinggi dan memiliki standar tertentu. Tentu saja produk dengan mutu tinggi tersebut dihasilkan melalui suatu proses yang menggunakan muatan teknologi standar.
2.      Masih Panjangnya Mata Rantai Tata Niaga Pertanian
Sehingga menyebabkan petani tidak dapat menikmati harga yang lebih baik, karena pedagang telah mengambil untung terlalu besar dari hasil penjualan.
3.      Terbatasnya Akses Layanan Usaha Terutama Di Permodalan
Kemampuan petani untuk membiayai usaha taninya sangat terbatas sehingga produktivitas yang dicapai masih di bawah produktivitas potensial. Mengingat keterbatasan petani dalam permodalan tersebut dan rendahnya aksesibilitas terhadap sumber permodalan formal, maka dilakukan pengembangkan dan mempertahankan beberapa penyerapan input produksi biaya rendah (low cost production) yang sudah berjalan ditingkat petani. Selain itu, penanganan pasca panen dan pemberian kredit lunak serta bantuan langsung kepada para petani sebagai pembiayaan usaha tani cakupannya diperluas.
4.      Penurunan Kualitas Dan Kuantitas Sumber Daya Lahan Pertanian
Berbagai hasil riset mengindikasikan bahwa sebagian besar lahan pertanian intensif di Indonesia, terutama di Pulau Jawa telah menurun produktivitasnya, dan mengalami degradasi lahan terutama akibat rendahnya kandungan C organik dalam tanah yaitu kecil dari 2 persen. Padahal, untuk memperoleh produktivitas optimal dibutuhkan kandungan C organik lebih dari 2,5 persen atau kandungan bahan organik tanah > 4,3 persen.
5.      Terbatasnya Aspek Ketersediaan Infrastruktur Penunjang Pertanian
yang juga penting namun minim ialah pembangunan dan pengembangan waduk. Pasalnya, dari total areal sawah di Indonesia sebesar 7.230.183 ha, sumber airnya 11 persen (797.971 ha) berasal dari waduk, sementara 89 persen (6.432.212 ha) berasal dari non-waduk. Karena itu, revitalisasi waduk sesungguhnya harus menjadi prioritas karena tidak hanya untuk mengatasi kekeringan, tetapi juga untuk menambah layanan irigasi nasional. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyatakan, 42 waduk saat ini dalam kondisi waspada akibat berkurangnya pasokan air selama kemarau. Sepuluh waduk telah kering, sementara 19 waduk masih berstatus normal. Selain itu masih rendahnya kesadaran dari para pemangku kepentingan di daerah-daerah untuk mempertahankan lahan pertanian produksi, menjadi salah satu penyebab infrastruktur pertanian menjadi buruk.
Di sisi lain, saat ini penyebab sulitnya perkembangan sektor pertanian adalah karena masalah lahan pertanian, seperti :
1.      Luas Pemilikan Lahan Petani Kini Semakin Sempit
setengah dari petani memiliki lahan kurang dari 0,5 hektar sehingga sebagian besar bekerja sebagai buruh tani. Sebagai solusinya dengan membangun agroindustri di perdesaan dalam upaya merasionalisasi jumlah petani dengan lahan yang ekonomis.
2.      Alih Fungsi Lahan Produktif Ke Industri Maupun Perumahan.
Saat ini lahan pertanian yang tersedia sekitar 7,7 juta hektar, padahal untuk memenuhi kebutuhan lahan dan dalam rangka mendukung ketahanan pangan petani membutuhkan lahan seluas 11-15 hektar. Sebagai solusinya pemerintah agar bisa membatasi terjadinya alih fungsi lahan pertanian. Di samping itu, perlu juga penggalakan sistem pertanian yang berbasis pada konservasi lahan serta pemanfaatan lahan tidur untuk lahan pertanian.
3.      Produktifitas Lahan Menurun
Penurunan produktivitas lahan ini akibat intansifikasi berlebihan dalam penggunaan pupuk kimia secara terus menerus, sebagai solusinya perlu dikembangkan sistem pertanian yang ramah lingkungan (organik).
Selain itu ada beberapa hal yang menyebabkan pertanian kita menjadi tidak maju adalah:
a.       Kurangnya penyuluhan atau distribusi ilmu terhadap petani
b.      Rendahnya kualitas dan kuantitas SDM petani
c.       Persaingan dengan sumber energi dan konversi lahan ke non pertanian
2.3        Cara Mengatasi Permasalahan Yang Menjadi Penghambat Pengembangan Sektor Pertanian
a.       Bimbingan lanjutan
Bimbingan lanjutan bagi lulusan bidang pertanian yang terintegrasi melalui penumbuhan wirausahawan dalam bidang pertanian (inkubator bisnis) berupa pelatihan dan pemagangan (retoling) yang berorientasi life skill, entrepreneurial skill dan kemandirian berusaha, program pendidikan dan pelatihan bagi generasi muda melalui kegiatan magang ke negara-negara dimana sektor pertaniannya telah berkembang maju, peningkatan mutu penyelenggaraan pendidikan menengah dan pendidikan tinggi pertanian, pengembangan program studi bidang pertanian yang mampu menarik generasi muda, serta program-program lain yang bertujuan untuk menggali potensi, minat, dan bakat generasi muda di bidang pertanian serta melahirkan generasi muda yang mempunyai sikap ilmiah, professional, kreatif, dan kepedulian sosial yang tinggi demi kemajuan pertanian Indonesia, seperti olimpiade pertanian, gerakan cinta pertanian pada anak, agriyouth camp, dan lain-lain.
b.      Optimalisasi program pertanian organik secara menyeluruh di Indonesia serta menuntut pemanfaatan lahan tidur untuk pertanian yang produktif dan ramah lingkungan.
c.       Regulasi konversi lahan dengan ditetapkannya kawasan lahan abadi yang eksistensinya dilindungi oleh undang-undang.
d.      Perimbangan muatan informasi yang berkaitan dengan dunia pertanian serta penyusunan konsep jam tayang khusus untuk publikasi dunia pertanian di seluruh media massa yang ada.
e.       Memposisikan pejabat dan petugas di setiap instansi maupun institusi pertanian dan perkebunan sesuai dengan bidang keilmuannya masing-masing.
f.       Penguatan sistem kelembagaan tani dan pendidikan kepada petani, berupa program insentif usaha tani, program perbankan pertanian, pengembangan pasar dan jaringan pemasaran yang berpihak kepada petani, serta pengembangan industrialisasi yang berbasis pertanian/pedesaan, dan mempermudah akses-akses terhadap sumber-sumber informasi IPTEK.
g.      Indonesia harus mampu keluar dari WTO dan segala bentuk perdagangan bebas dunia pada tahun 2014.
h.      Perbaikan infrastruktur pertanian dan peningkatan teknologi tepat guna yang berwawasan pada konteks kearifan lokal serta pemanfaatan secara maksimal hasil-hasil penelitian ilmuwan lokal.
i.        Mewujudkan kedaulatan pangan di Indonesia.
j.        Peningkatan mutu dan kesejahteraan penyuluh pertanian.
k.      Membuat dan memberlakukan Undang-Undang perlindungan atas Hak Asasi Petani.
l.        Mewujudkan segera reforma agraria.
Dengan melihat permasalahan-permasalahan di bidang pertanian ada program guna antisipasi dini agar bangsa ini terhindar dari rawan pangan. Program ini bisa disebut sebagai program peningkatan ketahanan pangan. Program ini bertujuan untuk memfasilitasi peningkatan dan keberlanjutan ketahanan pangan sampai tingkat rumah tangga sebagai bagian dari ketahanan nasional. Kegiatan pokok yang di lakukan dalam program ini meliputi :
a)         Pengamanan ketersediaan pangan dari produksi dalam negeri, antara lain melalui pengamanan lahan sawah di daerah irigasi, peningkatan mutu intersifikasi serta optimalisasi dan perluasan area pertanian.
b)         Peningkatan distribusi pangan, melalui peningkatan kapasitas kelembagaan pangan dan peningkatan infrastruktur perdesaan yang mendukung sistem distribusi pangan untuk menjamin keterjangkauan masyarakat atas pangan.
c)         Peningkatan pasca panen dan pengolahan hasil melalui optimalisasi pemanfaatan alat dan mesin pertanian untuk pasca panen dan pengolahan hasil serta pengembangan dan pemanfaatan teknologi petanian untuk menurunkan kehilangan hasil panen.
d)        Diservikasi pangan, melalui peningkatan ketersediaan pangan hewani, buah dan sayuran perekayasaan sosial terhadap pola konsumsi masyarakat menuju pola pangan dengan mutu yang semakin meningkat dan peningkatan minat dan kemudahan konsumsi pangan altematif/pangan lokal.
2.3.2        Dampak Pertanian Terhadap Pertumbuhan Perekonomian Di Indonesia
1)      Dampak positif
a.        Sumber kekayaan alam yang berlimpah khususnya yang terkait dengan sektor pertanian seperti; lahan, pengairan, iklim dan aneka ragam tanaman pertanian apabila dimanfaatkan secara baik dan maksimal maka merupakan potensi yang sangat besar didalam pembangunan sektor pertanian.
b.       Dengan jumlah penduduk Indonesia yang sangat besar maka akan banyak menyerap tenaga kerja di bidang pertanian sehingga dapat mengurangi pengangguran.
2)      Dampak Negatif
a.       Eksplorasi Sumber kekayaan alam yang berlebihan tanpa memperhatikan kearifan lokal dan lingkungan hal tersebut akan menyebabkan berkurang dan rusaknya sumber kekayaan alam yang dimiliki sehingga akan menghambat pembangunan sektor pertanian.
b.      Apabila pertumbuhan penduduk yang terus meningkat tidak di kontrol dan diawasi hal tersebut juga akan menyebabkan masalah yang serius bagi pemenuhan kebutuhan pangan.
2.4 Cara Memaksimalkan Sumber Daya Pertanian Untuk Meningkatkan Pembangunan Ekonomi Indonesia Di Masa Mendatang
Sektor pertanian mempunyai peranan yang penting dan strategis dalam pembangunan nasional. Peranan tersebut antara lain: meningkatkan penerimaan devisa negara, penyediaan lapangan kerja, perolehan nilai tambah dan daya saing, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan baku industri dalam negeri serta optimalisasi pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan. Hal ini ditunjukkan oleh besarnya kontribusi sektor pertanian terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) terutama pada masa kirisis ekonomi yang dialami Indonesia, satu-satunya sektor yang menjadi penyelamat perekonomian Indonesia pada tahun 1997-1998 hanyalah sektor agribisnis, dimana agribisnis memiliki pertumbuhan yang positif.
Pertanian sangat berperan dalam pembangunan dan perekonomian suatu daerah, dengan pertanian harapannya mampu menciptakan lapangan pekerjaan bagi penduduk, sebagai sumber pendapatan, sebagai sarana untuk berusaha, serta sebagai sarana untuk dapat merubah nasib ke arah yang lebih baik lagi. Peranan pertanian/agribisnis tersebut dapat dilakukan dengan meningkatkan ekonomi petani dengan cara pemberdayaan ekonomi kerakyatan.
Pembangunan pertanian di masa yang akan datang tidak hanya dihadapkan untuk memecahkan masalah-masalah yang ada, namun juga dihadapkan pula pada tantangan untuk menghadapi perubahan tatanan politik di Indonesia yang mengarah pada era demokratisasi yakni tuntutan otonomi daerah dan pemberdayaan petani. Disamping itu, dihadapkan pula pada tantangan untuk mengantisipasi perubahan tatanan dunia yang mengarah pada globalisasi dunia. Oleh karena itu, pembangunan pertanian di Indonesia tidak saja dituntut untuk menghasilkan produk-produk pertanian yang berdaya saing tinggi namun juga mampu mengembangkan pertumbuhan daerah serta pemberdayaan masyarakat. Ketiga tantangan tersebut menjadi sebuah kerja keras bagi kita semua apabila menginginkan pertanian kita dapat menjadi pendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat dan dapat menjadi motor penggerak pembangunan bangsa.

2.4.1 Strategi Peningkatan Potensi Pertanian Indonesia ke Depan
  1. Meningkatkan pemanfaatan sumber daya, dan memfokuskan pada kegiatan penelitian unggulan secara optimal.
  2. Menajamkan skala prioritas serta memperkuat keterkaitan dan keselarasan program antar kementerian dan institusi lain, khususnya kementerian pertanian dan kementerian perdagangan dengan kebutuhan pengguna.
  3. Membuat kebijakan pertanian yang berpihak kepada rakyat, lewat
  4. Meningkatkan relevansi, kualitas, nilai tambah ilmiah dan nilai tambah ekonomi sektor pertanian.
  5. Meningkatkan kerja sama penelitian dan komersialisasinya dengan lembaga penelitian dan pengembangan, perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan swasta.
  6. Meningkatkan akselerasi diseminasi serta mekanisme umpan balik inovasi pertanian. Lewat teknologi dan sarana penanganan pasca panen yang mampu menjaga keawetan produk.
2.4.2 Analisis SWOT Sumber Daya Pertanian
1.      Strengths (kekuatan)
World Bank (2003) juga mencatat besarnya potensi sumber daya pertanian Indonesia terutama untuk areal lahan kering. Tercatat sekitar 24 juta hektar lahan kering potensial yang merupakan sumber daya yang sangat penting bagi program diversifikasi pangan dan diverfikasi produksi pertanian misalnya dengan tanaman kehutanan, peternakan dan perkebunan. Selama ini sumber daya tersebut belum dikelola dengan serius. Terkait dengan potensi sumber daya pertanian, Subejo (2009) menilai bahwa dalam konteks pembangunan pertanian, secara umum Indonesia memiliki potensi yang luar biasa. Kelapa sawit, karet, dan coklat Indonesia  mulai bergerak menguasai pasar dunia.  Namun, dalam konteks produksi pangan memang ada suatu keunikan. Subejo (2009a) mengidentifikasi bahwa Indonesia adalah produsen beras terbesar ketiga dunia setelah China dan India. Kontribusi Indonesia terhadap produksi beras dunia sebesar 8,5 persen atau 51 juta ton (Rice Almanac, 2002 dalam Landoala, 2013). China dan India sebagai produsen utama beras berkontribusi 54 persen. Bagi negara Vietnam dan Thailand yang secara tradisional dikenal luas sebagai negara eksportir beras di dunia ternyata hanya berkontribusi 5,4 dan 3,9 persen secara berurutan. Rerata produksi beras Indonesia 4,30 ton/hektar (Rice Almanak, 2002 dalam Landoala, 2013) dan meningkat menjadi 4,62 ton/ha pada tahun 2006 (Munif, 2009 dalam Landoala, 2013). Produktivitas tersebut sudah melampaui pencapaian India, Thailand, dan Vietnam. Meskipun masih di bawah produktivitas Jepang dan China (rerata di atas 6 ton/hektar).
  1. Weakness (kelemahan)
Meskipun Indonesia termasuk produsen utama beras dunia, namun Indonesia hampir setiap tahun selalu menghadapi persoalan berulang dengan pemenuhan kebutuhan pangan. Subejo (2009a) mencatat ada beberapa persoalan serius yang perlu dicermati dan dicarikan solusinya (Rizki, 2012). Salah satu sebab utama adalah jumlah penduduk yang sangat besar. Data statistik menunjukkan pada kisaran 230-237 juta jiwa. Makanan pokok semua penduduk adalah beras sehingga sudah jelas kebutuhan beras menjadi luar biasa besar.
Dalam Rizki (2012) mengutip Subejo (2009a)  mencatat bahwa penduduk Indonesia merupakan pengkonsumsi beras terbesar di dunia dengan konsumsi 154 kg per orang per tahun. Bandingkan dengan rerata konsumsi di China yang hanya 90 kg, India 74 kg, Thailand 100 kg, dan Philppine 100 kg. Hal ini juga menunjukkan bahwa program diversifikasi pangan masih jauh dari berhasil. Sepanjang kita masih mengkonsumsi beras dengan jumlah sebanyak itu maka problem pangan masih akan sulit diatasi.
Persoalan yang lain adalah transformasi struktural yang kurang berjalan. Di mana pun di dunia ada pola bahwa peran pertanian dalam perkonomian nasional akan semakin menurun dan ada pergerakan angkatan kerja dari pertanian ke sektor industri dan jasa. Di Indonesia lahan pertanian semakin dipenuhi oleh angkatan kerja baru karena tidak ada alternatif lain di luar sektor pertanian untuk mencari pekerjaan. Tentu hal ini sangat berpengaruh terhadap produktivitas dan efisiensi produksinya. Dalam tahap, tertentu tesis Clifford Geertz (1963) tentang agricultural involution nampaknya telah berlaku.
3.      Opportunities (peluang)
Potensi pasar produk pertanian utamanya pangan juga sangat menjanjikan. World Bank (2003) mencatat bahwa selama 1996-2000, meskipun terjadi krisis ekonomi namun konsumsi pangan per kapita di Indonesia mengalami pertumbuhan yang pesat yaitu 8 persen.  Potensi pasar ini merupakan peluang bagi peningkatan produksi pangan nasional.  Selama ini Indonesia masih melakukan impor beberapa komoditas pangan.
Akibat krisis energi yang sekarang melanda dunia, berbagai pihak mulai mencari alternatif lain untuk pemenuhan energi dunia salahsatunya lewat Biofuel ataupun Biodisel. Pemilihan biodiesel sebagai bahan bakar alternatif berbasis pada ketersediaan bahan baku. Minyak rapeseed adalah bahan baku untuk biodiesel di Jerman dan kedelai di Amerika. Sedangkan bahan baku yang digunakan di Indonesia adalah crude palm oil (CPO). Selain itu, masih ada potensi besar yang ditunjukan oleh minyak jarak pagar (Jathropa Curcas) dan lebih dari 40 alternatif bahan baku lainnya di Indonesia.
·         Rancangan fasilias produksi biodiesel (INBT 2008)
Indonesia adalah penghasil minyak sawit terbesar kedua setelah Malaysia dengan produksi CPO sebesar 8 juta ton pada tahun 2002 dan akan menjadi penghasil CPO terbesar di dunia pada tahun 2012. Dengan mempertimbangkan aspek kelimpahan bahan baku, teknologi pembuatan, dan independensi Indonesia terhadap energi diesel, maka selayaknya potensi pengembangan biodiesel merupakan potensi pengembangan biodiesel sebagai suatu alternatif yang dapat dengan cepat diimplementasikan.
Walaupun pemerintah Indonesia menunjukkan ketertarikan yang besar terhadap pengembangan biodiesel, pemerintah tetap bergerak  pelan dan juga berhati-hati dalam mengimplementasikan hukum pendukung bagi produksi biodiesel. Pemerintah memberikan subsidi bagi biodiesel, bio-premium, dan bio-pertamax dengan level yang sama dengan bahan bakar fosil, padahal biaya produksi biodiesel melebihi biaya produksi bahan bakar fosil. Hal ini menyebabkan Pertamina harus menutup sendiri sisa biaya yang dibutuhkan.
Sampai saat ini,  payung hukum yang sudah disediakan oleh pemerintah untuk industri biofuel, dalam bentuk Keputusan Presiden ataupun Peraturan Perundang-undangan lainny, adalah sebagai berikuti:
1.      Peraturan Presiden No. 5/2006 tentang Kebijaksanaan Energi Nasional
2.      Instruksi Presiden No. 1/2006 tentang Pengadaaan dan Penggunaan Biofuel sebagai Energi Alternatif
3.      Dektrit Presiden No. 10/2006 tentang Pembentukan team nasional untuk Pengembangan Biofuel
Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional menyebutkan pengembangan biodiesel sebagai energi terbarukan akan dilaksakan selama 25 tahun, dimulai dengan persiapan pada tahun 2004 dan eksekusi sejak tahun 2005. Periode 25 tahun tersebut dibagi dalam tiga fasa pengembangan biodiesel.
Pada fasa pertama, yaitu tahun 2005-2010, pemanfaatan biodiesel minimum sebesar 2% atau sama dengan 720.000 kilo liter untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar minyak nasional dengan produk-produk yang berasal dari minyak castor dan kelapa sawit.
Fasa kedua (2011-2015) merupakan kelanjutan dari fasa pertama akan tetapi telah digunakan tumbuhan lain sebagai bahan mentah. Pabrik-pabrik yang dibangun mulai berskala komersial dengan kapasitas sebesar 30.000 – 100.000 ton per tahun. Produksi tersebut mampu memenuhi 3% dari konsumsi diesel atau ekivalen dengan 1,5 juta kilo liter. Pada fasa ketiga (2016 – 2025), teknologi yang ada diharapkan telah mencapai level ‘high performance’ dimana produk yang dihasilkan memiliki angka setana yang tinggi dan casting point yang rendah. Hasil yang dicapai diharapkan dapat memenuhi 5% dari konsumsi nasional atau ekivalen dengan 4,7 juta kilo liter. Selain itu juga terdapat Inpres Nomor 1 Tahun 2006 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati (Biofuel) sebagai bahan bakar lain. Hal-hal ini menunjukkan keseriusan Pemerintah dalam penyediaan dan pengembangan bahan bakar nabati. (Rahayu, 2006 dalam Rizki 2012)
Hingga Mei 2007, Indonesia telah memiliki empat industri besar yang memproduksi biodiesel dengan total kapasitas 620.000 ton per hari. Industri-industri tersebut adalah PT Eterindo Wahanatama (120.000 ton/tahun – umpan beragam), PT Sumi Asih (100.000 ton/tahun – dengan RBD Stearin sebagai bahan mentah), PT Indo BBN (50.000 ton/tahun – umpan beragam), Wilmar Bioenergy (350.000 ton/tahun dengan CPO sebagai bahan mentah), PT Bakrie Rekin Bioenergy (150.000 ton/tahun) dan PT Musim Mas (100.000 ton/tahun). Selain itu juga terdapat industri-industri biodiesel kecil dan menengah dengan total kapasitas sekitar 30.000 ton per tahun, seperti PT Ganesha Energy, PT Energi Alternatif Indonesia, dan beberapa BUMN.
·         Produser biodiesel di Indonesia
Peluang untuk mengembangkan potensi pengembangan biodiesel di Indonesia cukup besar, mengingat saat ini penggunaan minyak solar mencapai sekitar 40 % penggunaan BBM untuk transportasi. Sedang penggunaan solar pada industri dan PLTD adalah sebesar 74% dari total penggunaan BBM pada kedua sektor tersebut. Bukan hanya karena peluangnya untuk menggantikan solar, peluang besar biodiesel juga disebabkan kondisi alam Indonesia. Indonesia memiliki beranekaragam tanaman yang dapat dijadikan sumber bahan bakar biodiesel seperti kelapa sawit dan jarak pagar. Pada saat ini, biodiesel (B-5) sudah dipasarkan di 201 pom bensin di Jakarta dan 12 pom bensin di Surabaya.
4.      Threats (ancaman)
Hadirnya CAFTA (China-Asean Free Trade Agreement), sebagai suatu bentuk perjanjian perdagangan bebas antara China dengan negara-negara ASEAN, termasuk Indonesia didalamnya, haruslah benar-benar dicermati dengan teliti. Pasalnya dengan diberlakukannya model perjanjian semacam ini, tentu saja menimbulkan dampak positif dan negatif.
Jika memang Indonesia siap untuk bersaing dengan negara-negara lain, khususnya China, persiapan yang dilakukan sejak tahun 2004 kemarin haruslah serius. Dalam peningkatan kualitas, kuantitas, dan kontinuitas produk-produk pertanian misalnya, haruslah mendapat perhatian yang khusus. Untuk dapat menghasilkan produk yang baik, semua persyaratan haruslah dipenuhi, seperti saprotan (sarana produksi pertanian), misalnya benih, pupuk, irigasi dan lain sebagainya. Pemberdayaan masyarakat petani (SDM Petani) haruslah dibina dengan sebaik-baiknya, apalagi jika ingin bersiang dengan pihak luar. Modal bagi petani haruslah ditingkatkan. Kelembagaan petani haruslah dikuatkan agar dapat bekerjasama dengan solid sehingga mampu bersaing dengan mantap. Namun kenyataan di lapangan tidaklah demikian. Saprotan yang diidam-idamkan petani tidak  kunjung datang. Pemberdayaan petani jarang dilakukan. Modal bagi petani juga masih sangat kurang. Kelembagaan petani semakin melemah, bahkan tidak jarang terjadi perang, baik antar petani maupun antara petani dengan aparat.
Sebenarnya tidak ada masalah dengan perdangangan bebas. Bahkan tentu saja perdagangan merupakan aktivitas yang secara alami terjadi dalam kehidupan, karena jika ada yang membutuhkan barang, tentu saja ada yang memproduksinya. Namun akan menjadi masalah jika perdagangan bebas terjadi pada dua kekuatan yang tidak seimbang, atau dikatakan juga perdagangan yang tidak adil. Memang dengan adanya perdagangan bebas ini ada beberapa peluang yang bisa diambil. Misalnya dengan diberlakukannya tarif bea masuk 0%, harapannya pedagang dan pebisnis dari dalam negeri mampu meningkatkan penjualan (ekspor) ke luar negeri. Selain itu, ada beberapa produk yang tentu saja masih dapat dijadikan produk unggulan ekspor, karena tidak semua tumbuhan pertanian tumbuh dan berkembang di China. Namun malangnya, banyak pengusaha yang malah mengembangkan produk yang kurang berkembang dalam pasar. Disamping itu, kehadiran CAFTA ini seharusnya bisa membangkitkan kreatifitas masyarakat, khususnya masyarakat petani, jika dikaitkan dengan dunia pertanian.


2.4.3        Tujuan Pembangunan Pertanian Dimasa Kini Dan Masa Mendatang
Secara umum tujuan pembangunan pertanian adalah:
a.           Meningkatkan produksi untuk memantapkan ketersediaan pangan guna memenuhi kebutuhan pokok masyarakat dari segi jumlah, kualitas dan harga terjangkau.
b.           Meningkatkan pendapatan petani dengan mengembangkan sistem usaha tani yang berwawasan agribisnis agar mampu menghasilkan produk yang berkualitas, berproduktivitas tinggi dan efisien.
Secara khusus tujuan pembangunan pertanian adalah :
a.       Meningkatkan pendapatan petani melalui peningkatan produktivitas, efisiensi usaha dan perbaikan sistem pemasaran dengan pengenlan tekhnologi, penguatan kelembagaan, peningkatan manajemen usaha dan penyediaan informasi pasar;
b.      Meningkatkan produksi  pangan sumber karbohidrart untuk memantapkan ketahanan pangan secara berkelanjutan guna memenuhi kebutuhan pokok masyarakat yang terus meningkat;
c.       Meningkatkan produksi pangan sumber protein guna mendorong peningkatan gizi masyarakat seperti kacang-kacangan dan  peternakan;
d.      Mendorong terciptanya kesempatan kerja di pedesaan dengan pendapatan yang layak melalui pengembangan sistem agribisnis dengann menciptakan keterkaitan antara penyediaan sarana  produksi, proses produksi, pengolahan dan pemasaran;
e.       Mengembangkan usaha pertanian pada lahan-lahan yang pemanfaatannya belum optimal, seperti pekarangan dan lahan terlantar serta meningkatkan intensitas tanam pada lahan yang beririgasi cukup;
f.       Menyediakan bahan baku industri dan meningkatkan ekspor komoditi pertanian dengan mengembangkan komoditi unggulan terutama pada kawasan-kawasan sentra produksi pertanian yang prospektif untuk dikembangkan.




























DAFTAR RUJUKAN

Landoala, Tazrief. 2013 Potensi Pertanian Terhadap Pertumbuhan, (Online),  (http://jembatan4.blogspot.com/2013/07/potensi-pertanian-terhadap-pertumbuhan.html), Diakses tanggal 20 September 2014.

Fachri, Saeful. 2010. Sektor Pertanian dan Peranannya dalam Perekonomian di Indonesia, (Online) (http://saeful-fachri.blogspot.com/2010/12/sektor-pertanian-dan-perannya-dalam.html), Diakses tanggal 20 September 2014

Rizky, Deta Setya. 2012. Peran Pertanian Terhadap Perekonnomian Indonesia, (Online), (http://detasetyarizky.blogspot.com/2012/11/peran-pertanian-terhadap-perekonomian.html), Diakses tanggal 20 September 2014


Ramli, Mohammad. 2014. Peranan pertanian terhadap perekonomian Indonesia , (Online) (http://fakultaspertanianunars.blogspot.com/2014/01/peran-pertanian-terhadap-perekonomian.html), Diakses tanggal 20 September 2014